pengunjung...

JANGAN HAKIMI ANAK



Jum, 29/04/2016 - 13:09 -- a60es

Boyolali - "Cucu saya pintar sekali. Baru usia dua tahun sudah pintar pencet-pencet gadget."
Ya, sejumlah orang tua atau eyang cenderung bangga dengan kemampuan anak atau cucu yang masih di bawah lima tahun, dalam mengoperasikan telepon pintar. Namun, apakah membiasakan anak kecil semacam itu sudah benar? Sejauh mana pengaruhnya untuk anak? Apakah anak bisa kecanduan?
Isteri Gubernur Jawa Tengah Hj Atikoh Ganjar Pranowo secara tegas menyatakan pengenalan gadget sejak usia dini tidak dibenarkan. Sebab, pada usia itu mental anak belum siap menerima gaya komunikasi yang hanya satu arah. Jika anak sudah "disetir" atau terbelenggu dengan teknologi, akibatnya cukup membahayakan bagi mental dan fisik anak. Mereka bisa menjadi generasi "menunduk" karena selalu memandang gadget yang pada akhirnya merusak konsentrasi, mendorong plagiarisme, antisosial.
"Anak yang tidak pegang HP (handphone) juga menjadi nomophobia. Di Inggris, 58 persen orang akan kehilangan kepercayaan diri kalau tidak memegang HP. Mereka menjadi gelisah, cemas, tidak mampu berpikir, tidak percaya diri. Ketinggalan HP serasa dunia mau kiamat," bebernya, pada Seminar Parenting Menjadi Orang Tua di Era Digital bagi Wali Peserta Didik Kelas X dan XI SMAN 3 Boyolali, di Wisma Haji Kabupaten Boyolali, Jumat (29/4).
Keaktifan di media sosial, imbuh Atikoh, rentan memicu cyber bullying. Dia menunjuk contoh, tingkah anak pejabat yang memaki-maki polisi saat tertangkap usai merayakan kebebasan pascaujian sekolah yang kemudian aksinya itu diunggah ke media sosial. Bahkan tidak lama setelah itu, berbagai meme seputar tindakan memalukan tersebut langsung beredar. Hal itu tidak hanya membawa efek emosional pada anak yang bersangkutan, tapi juga orang tuanya, hingga si bapak akhirnya meninggal. Media sosial pun menjadi media sosialisasi faham radikalisme. Tidak kalah pentingnya, kebiasaan mengoperasikan game kekerasan, sedikitnya 20 menit, dapat mematikan "rasa". Makanya beberapa waktu lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengumumkan 15 jenis game kekerasan yang berbahaya.
"Akses internet berpeluang pula mengakibatkan anak terjerat pornografi atau narkolema (narkoba lewat mata), yang membuat kerusakan otak. Bahkan, jika dibandingkan kerusakan otak akibat kecelakaan atau pengaruh narkoba, kerusakan otak karena pornografi terhitung paling parah. Ketergantungan gadget juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti gangguan mata, kelelahan, insomnia, makan tidak teratur," ungkap Ketua TP PKK Provinsi Jawa Tengah ini.
Bagaimana tanda orang yang kecanduan gadget? Atikoh memaparkan, anak atau orang dewasa dikatakan kecanduan jika betah selama dua jam terus menerus bermain game atau internetan, marah jika waktunya dibatasi, menghindari masalah dengan main game. Beberapa di antara mereka bahkan berbohong, mencuri, serta tidak mampu mengontrol diri dan waktu.
Untuk mengatasi kecanduan gadget pada anak, diperlukan peran aktif orang tua. Komunikasi dalam keluarga mesti ditingkatkan agar anak tidak menjadi generasi kesepian, dan tidak diperhatikan. Teknik komunikasi positif sangat diperlukan. Hindari kebiasaan memberikan perintah, menghakimi, dan selalu menasihati anak.
"Kalau anak pulang sekolah, jangan langsung menanyakan ada PR atau tidak. Tadi nilainya bagus atau tidak. Mulai dari pertanyaan ringan dan menyenangkan, sambil si anak melepas lelah. Dengan begitu anak akan merasa lebih diperhatikan," beber ibu satu anak ini.
Tidak hanya itu, upayakan selalu mendampingi anak saat menggunakan gadget. Orang tua harus melek teknologi, jangan gagap teknologi alias gaptek. Buat aturan penggunaan gadget, dan penuhi komitmen itu bagi seluruh anggota keluarga, termasuk orang tua. Beri kasih sayang dan perhatian melalui family time. Bagi mereka yang memiliki anak kurang dari delapan tahun, jangan kenalkan dulu gadget pada anak. Alihkan perhatian anak dengan memperbanyak aktivitas outdoor sesuai minat anak, misalnya berolah raga, menari, hunting foto, dan sebagainya. Jika anak suka nge-game, beri game positif yang mengandung nilai edukatif sebagai alternatif. Gunakan disiplin waktu, dan tentunya tetap mengawasi teknologi digital yang digunakan.
Kepala SMAN 3 Boyolali Khaerul Anwar SPd menyampaikan pertemuan orang tua murid memang diselenggarakan rutin setiap semester. Tema Menjadi Orang Tua di Era Digital dipilih karena pengaruh teknologi informasi yang berkembang pesat dapat memengaruhi anak dan hubungan keluarga.
"Teknologi informasi mendekatkan yang jauh. Tapi sadar atau tidak menjauhkan yang dekat. Karenanya, wali murid perlu mengetahui bagaimana menyikapi hal tersebut," katanya.
(humas jateng)
http://jatengprov.go.id/id/berita-utama/jangan-hakimi-anak

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog...

Diberdayakan oleh Blogger.

pengunjung online